Entah kenapa, saya selalu suka memperdengarkan musik komedi ketika telinga mulai jenuh mendengar hal-hal yang terlalu serius atau terlalu dalam. Pun, sepertinya bukan hanya saya saja yang merasa seperti itu.
Selain pandangan baru yang simpel, kebanyakan liriknya tak dikemas dalam gaya bahasa yang terlalu ribet, demikian itu juga dengan musiknya. Melainkan sayangnya faktor komedi malahan mempunyai nasib yang nyaris sama seperti lagu-lagu si kecil kini ini.
Tak terlalu banyak pilihan baru yang dapat diperdengarkan, akhirnya kembali ke era di mana masih banyak sejumlah sosok yang menciptakan faktor komedi ini sebagai komoditi utama karyanya. Sebut saja P Project yang selalu menggelitik para pendengarnya lewat sejumlah hal kecil yang ada di kehidupan kita dengan kemasan komedi, baik secara audio ataupun visual.
Tak perlu terikat dengan batasan ataupun tata tertib, sederet lagu Project Pop malahan tetap menyenangkan untuk didengar sampai hari ini. Mulai dari Metal VS Dugem, Bukan Superstar, sampai Goyang Duyu. Atau, siapa yang dapat menolak Pengantar Minum Racun dengan lagu Judul-Judulan miliknya? Tak perlu suka unit orkes Ibukota ini, saya cukup yakin apabila siapa saja yang mendengarnya pasti ikut tertawa, atau minimal tersenyum lah.
Melainkan kembali lagi, kini ini tak banyak sosok yang membawa faktor komedi ini sebaik para musisi sejawat yang saya sebutkan sebelumnya. Bukan berarti musisi kini tak mempunyai kapasitas yang cukup untuk membawakan sebuah faktor komedi ke dalam karyanya, tapi dapat jadi sebab segmentasi hiburan atau popularitas lah yang membikin sedikitnya pilihan sebuah musik berunsur komedi.
Padahal, faktor komedi malahan cukup menarik dan dapat menjual dalam sebuah karya. Nyanyian Nasib Hati Kost semisal, secara pribadi P Project berhasil merangkum seluruh keluhan si kecil rantau pada era yang masih serba jauh dari kemudahan yang ditambahkan faktor komedi di dalamnya. Akhirnya, setiap orang malahan dapat membayangkan dan seolah terhubung dengan kehidupan sebagai si kecil kost sekaligus sindiran kecil kepada beberapa orang.
Cuma saja tak mungkin rasanya meminta mereka atau minimal, Harapan Jaya untuk kembali tampil dan menghibur telinga kita dengan lirik-lirik yang ringan dan jenaka. Juga, kita malahan sebagai penikmat tak mempunyai hak untuk kecewa atau malahan menghakimi lalu menyalahkan popularitas musik modern, apalagi saya.
Terkesan konservatif? Tentu saja, tapi betul-betul disayangkan apabila musik malahan mulai kehilangan faktor komedi yang menggelitik tapi smart, seperti sejumlah tayangan kini. Karena bagaimanapun, telinga kita tetap butuh mengonsumsi hiburan yang ringan, tak terpaku pada tema yang itu-itu saja.